IMG-20211031-PETANI : Penyangga Tatanan Negara Indonesia " Perut Tidak Bisa Menunggu"-24ffdcaf
Kabar Wirausaha

PETANI : Penyangga Tatanan Negara Indonesia ” Perut Tidak Bisa Menunggu”

GLOBEIndonesia.com Bali,- Dalam situasi dan kondisi yang belum normal kehidupan sosial dan ekonomi akibat pandemi covid 19, apalagi berbagai varian virus covid masih menghantui dunia, ada hal penting yang tidak bisa dihindarkan adalah manusia yang masih ingin hidup perlu makan. Demikian awal diskusi Baja Tani Bali Kabupaten Buleleng dan Kabupaten Jembrana, Sabtu 30 Oktober 2021, dalam suasana negara Indonesia memperingati ke 93 tahun Sumpah Pemuda, disebuah gubuk areal perkebunan di wilayah desa Pekutatan, kecamatan Pekutatan, kabupaten Jembrana, Propinsi Bali.

Ketua Baja Tani Bali Kabupaten Jembrana , Wayan Ariana yang saat ini sedang
membudidayakan 1.300 pepaya jenis California pada areal seluas 1 Hektar, selaku tuanrumah, memaparkan rencana dan harapan dengan menanam Pepaya California demi adanya ketahanan pangan dan bisa mendapat penghasilan ekonomi bahwa: ” Dalam sikon ekonomi masih susah akibat dampak sosial ekonomi pandemi covid 19.

kita harus tetap memiliki semangat, mental pejuang, teruskan semangat para Pahlawan.
Pertarungan kita saat ini adalah menyiapkan serta mewujudkan ketahanan pangan. Ini benteng terakhir kita, jika di Bali terjadi krisis pangan, banyak rakyat kelaparan, apa kata dunia ? tandas Wayan Ariana.

Lanjut Ia kita patut bersyukur bahwa Pemerintah Indonesia sejak 14 Oktober 2021 sudah membuka Bali bagi beberapa Negara melalui pintu masuk Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai. Namun tentu akan memakan waktu cukup panjang bagi Bali bisa kembali pada masa kejayaan pariwisata Internasional ” ujar Wayan Ariana.

Beliau menambahkan pula ” kita di Bali patut bersyukur, para leluhur kita sudah mewarisi 2 hal yang tidak boleh hilang yakni Konsep , ajaran Tri Hita Karana ( red : Kesimbangan hubungan antara manusia dengan Tuhan, antara sesama manusia serta manusia dengan lingkungan ) dan sistem Pertanian Subak.

Jika 2 hal ini dilupakan bahkan satu saat lenyap , maka kesengsaraan pasti terjadi di Bali, ” terang Wayan dengan raut muka menujukkan rasa keprihatinan.

Sementara itu Ayu Agustina yang hadir di lokasi bersama Tim Baja Tani Kabupaten Jembrana Drs Anak Agung Suyasha serta Ida Bagus Raitama, S.Sos, menyampaikan bahwa sudah saatnya Bali fokus membangun pertanian berlandaskan konsep Tri Hita Karana, serta kebijakan atau regulasi yang menjadi kewenagan Pemerintah pusat maupun daerah bisa berpihak bagi kesejahteraan petani dan pertanian yang berkesinambungan tanpa merusak nilai – nilai, kearifan lokal yang merupakan warisan dari para leluhur Bali, tutur” Ayu Agustina yang juga Ketua IKAPPI ( Ikatan Asosiasi Pedagang Pasar Indonesia ) Kabupaten Jembrana.

Ketua Baja Tani Bali Kabupaten Buleleng Ketut Sopandana, S.P menuturkan 2 hal penting tentang membangun pertanian khususnya di Bali. ” Stomach does not wait ” kata Bung Karno, Bapak Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia, Presiden Pertama Republik Indonesia yang artinya perut tidak bisa menunggu makanan. Bung Karno yang terkenal sebagai Orator (red : Ahli Pidato ) kelas dunia banyak menyampaikan semboyan.

Dalam kontek Pertanian beliau menyebutkan kepanjangan kata Petani yakni.”Penyangga Tatanan Negara Indonesia ,” kata Ketut Sopandana. Ia menambahkan untuk point penting kedua, bahwa,” Luas wilayah kabupaten Buleleng dan. Jembrana hampir sepertiga luas wilayah Propinsi Bali. 2 Kabupaten ini memiliki lahan pertanian , perkebunan cukup luas dan memang masyarakatnya mayoritas hidup sebagai Petani.

Dalam situasi dan kondisi pandemi covid saat ini yang masih membuat rakyat susah , ika tidak digenjot membangun ketahanan pangan dengan membangun pertanian yang terencana, berkesinambungan, berorientasi pada kebutuhan pasar lokal, nasional dan global dengan berlandaskan nilai – nilai luhur Pancasila, waspadalah jika tidak tertutup kesengsaraan akan menimpa Bali, ” imbuh Ketut Sopandana.

Ida Bagus Ketut Raitama menambahkan bahwa,” Kehadiran Baja Tani Bali dengan niatan untuk memberdayakan petani, membangun pertanian organik bisa sebagai salah satu peluang bisnis bersama atau istilah keren ” Koalisi ” contoh sederhana Peternak Kambing dan Petani Kopi dan Penjual pupuk organik.

Kotoran kambing yang diolah atau fermentasi menjadi kohe kambing memiliki nilai jual, kohe yang bagus didapat dari proses sistem pencernaan kambing yang pakannya dari daun Lamtoro. Pohon Lamtoro banyak ditanam Petani kopi sebagai pohon perindang danbagus jika dipupuk juga dengan kohe Kambing ,” ujar Bagus Raitama yang sangat getol mensosialisasikan penggunaan pupuk organik.

Ia sangat berharap,” Kedepannya Baja Tani Bali bisa menjadi” rumah bersama” dengan semangat persaudaraan saling asah, asih dan asuh para petani di Bali ,” pungkas Bagus Raitama.” Menyangkut pembangunan pertanian tidak bisa berdiri sendiri,” jelas Anak Agung Ngurah Suyasha.

Ia menyampaikan pendapatannya, Kehutanan dan lingkungan hidup harus diperhatikan. Lahan pertanian yang cantik karena tanaman yang sudah berbuah lebat, misal tomat, cabe, termasuk pepaya hancur porak – poranda dalam sekejap ketika banjir bandang datang tanpa diundang.

“Sudah sering terjadi lahan pertanian , rumah penduduk, fasilitas publik hancur akibat banjir yang salah satu sebab selain hujan yang lebat dalam jangka waktu panjang, adalah terganggunya fungsi hutan serta kerusakan lingkungan ,” tutur Anak Agung Ngurah Suyasha yang juga Direktur Jimbar Bali Pertiwi.

Ia menambahkan ada semboyan, “Hutan tanpa Manusia akan lestari sedangkan manusia tanpa hutan akan mati “, maka kami sebagai bagian dari Baja Tani Bali akan berjuang bersama agar kedepan Baja Tani Bali bisa mendapat kepercayaan baik dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Bali serta Pemkab / Pemkot se -Bali serta para investor dengan pola kemitraan sehingga visi dan misi Gubernur Bali DR Wayan Koster, MM, Bali Menuju Era Bara, Nangun Sat Kerthi Loka Bali, yang sudah menjadi dokumen resmi dan sah bisa terlaksana di wilayah Provinsi Bali serta bisa mensejahterakan rakyat Bali.

“Tentunya hutan, lingkungan hidup terjaga dan lestari, yang tentunya sangat membantu dalam upaya Bali memiliki ketangguhan dalam bidang pangan ,” tutup Agung Suyasha.

Penulis:
Biro Buleleng
Lambertus Theo, S.Sos.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *